Anda
mungkin pernah mendengar desas-desus tentang efek samping suplemen protein
terhadap ginjal dan hati. Ada anggapan bahwa suplemen protein dapat merusak
kedua organ tersebut. Apakah hal tersebut benar
adanya? Simak selengkapnya dalam artikel berikut ini.
Suplemen
protein menjadi salah satu pilihan untuk membantu mencukupi kebutuhan protein
tubuh sehari-hari selain karena praktis, mengonsumsi suplemen protein juga memberikan
beberapa manfaat yang baik bagi tubuh. Mulai dari untuk menurunkan kolesterol,
mempertahankan berat badan ideal, mengurangi tekanan darah, meregenerasi
kerusakan sel-sel di dalam tubuh, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, hingga
meningkatkan respons kekebalan tubuh anak-anak, dewasa hingga lansia.
Namun
di balik itu, diet tinggi protein dapat menjulangkan kadar pengeluaran kreatinin
dan ureum dari tubuh sehingga teori ini menjadikan adanya kekhawatiran bagi
orang-orang yang sudah memiliki gangguan ginjal kronis untuk mengonsumsi
protein karena takut terjadi peningkatan keparahan penyakit yang diidapnya. Teori
ini faktanya tidak sepenuhnya benar karena hingga saat ini, belum ada bukti
bahwa terdapat efek samping suplemen protein terhadap ginjal dan hati. Bahkan organ
hati kita membutuhkan protein untuk memperbaiki dirinya dan mengubah lemak
menjadi lipoprotein. Meski begitu, pengidap sirosis hati tetap perlu lebih
berhati-hati. Pasalnya, penderita sirosis memiliki hati yang tidak berfungsi
baik, sehingga konsumsi protein berlebih dapat meningkatkan kadar amonia dalam
darah. Hal ini kemudian bisa merusak otak.
Kebutuhan
protein pada orang dewasa bervariasi berdasarkan pada status nutrisi, keadaan
penyakit dan kondisi klinis. Kebutuhan protein diekspresikan sebagai gram per
kilogram berat badan. Metabolisme protein tergantung pada fungsi ginjal dan
hati; sehingga kebutuhan akan berubah selama kondisi penyakit yang mempengaruhi
kedua sistem organ ini. Kebutuhan harian protein yang direkomendasikan adalah
0,8 – 1 gram/kg berat badan. Pada kasus gagal ginjal tanpa cuci darah
kebutuhannya adalah 0,6 – 1 gram/kg berat badan, sedangkan kasus gagal ginjal
yang sudah pada tahap cuci darah (dialisis) kebutuhan harian proteinnya
meningkat menjadi 1,2 – 2,7 gram/kg berat badan. Sementara untuk kasus
kegagalan hepatik (gagal hati) parah dibutuhkan protein sekitar 0,5 – 1,5 gram/kg
berat badan setiap harinya.
Kelebihan protein disimpan sebagai
protein visceral (visceral protein) dan somatik (somatic protein). Cadangan
protein visceral meliputi protein plasma, hemoglobin, beberapa komponen
pembekuan, hormon dan antibodi. Antibodi inilah yang menjadi kunci utama dalam sistem
pertahanan tubuh terhadap penyakit. Cadangan protein somatik meliputi cadangan pada
otot rangka dan polos. Cadangan protein sangat esensial untuk berbagai fungsi
fisiologis dasar sehingga berkurangnya cadangan protein berakibat pada
berkurangnya fungsi tubuh yang esensial.
Perlu
diketahui, selama ini pembatasan asupan protein pada penderita gagal ginjal
adalah untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia (kelebihan fosfat dalam
darah). Ginjal normal mampu membuang kelebihan fosfat dalam darah sehingga
hiperfosfatemia jarang terjadi. Namun pada orang dengan gangguan ginjal, kemampuan
membuang kelebihan fosfat dalam darah menurun sehingga resiko hiperfosfatemia
meningkat. Pada dialisis, asupan protein seharusnya tidak dibatasi meskipun
akan menyebabkan asupan posfor yang lebih tinggi, karena resiko malnutirisi
protein, mortalitas, penurunan fungsi fisik hingga kematian tentu saja melebihi
resiko hiperfosfatemia.
Pasien
dialisis membutuhkan protein lebih banyak dibandingkan kebutuhan orang dewasa normal
karena mereka akan kehilangan protein selama dialisis dan karena gangguan
ginjal akan menghalangi kemampuan tubuh untuk menggunakan dan memproses asam
amino. Beberapa penelitian melaporkan sekitar 1 – 2 gram protein hilang melalui
dialisat dengan konvensional hemodialiser. Dapat lebih tinggi pada high-flux
dialyzer. Kehilangan asam amino melalui hemodialisat sekitar 6 – 12 gram setiap
perlakuan. Pasien dialisis yang tidak mendapatkan cukup protein akan meningkatkan
resiko PEM (Protein-Energy Malnutrition), sehingga meningkatkan resiko kematian
dan menurunkan fungsi fisik dan kualitas hidup mereka.
Umumnya,
suplemen protein saat ini berbentuk bubuk yang berasal dari tumbuhan (nabati) seperti
kedelai, beras, kentang, kacang polong dan
dari sumber hewani seperti telur, daging unggas, daging sapi, ikan dan susu
(kasein atau whey protein). Bubuk protein biasanya juga memiliki kandungan
lain, seperti gula tambahan, penambah rasa buatan, pengental, vitamin dan
mineral, sehingga suplemen tersebut kandungan proteinnya sudah tidak murni lagi
karena diberikan zat-zat lain selama masa pembuatannya. Hal lain yang juga banyak
ditemui, konsumsi suplemen protein bisa menimbulkan alergi. Karena whey protein
berasal dari susu sapi, orang yang alergi susu sapi dapat mengalami alergi jika
mengonsumsi suplemen ini. Selain itu, jika Anda mengonsumsi whey protein tanpa
menyeimbangkannya dengan sayur buah, maka bisa memicu konstipasi dan masalah
pencernaan.
Dari
semua sumber protein yang paling aman dikonsumsi sebenarnya adalah yang berasal
dari sumber ikan, karena ikan memiliki berat molekul paling ringan dari semua
sumber protein sehingga proses penyerapannya akan lebih cepat di dalam tubuh. Salah
satu jenis ikan yang mengandung kadar protein tinggi adalah ikan toman atau Channa micropeltes. Ikan ini masih satu
suku dengan ikan gabus yaitu sama-sama dari suku Channadinae. Ikan yang
tergolong suku Channadinae memiliki kadar protein, albumin dan nutrisi lain
yang cukup lengkap. Ikan toman utamanya, jenis ini terbukti memilki kandungan
asam amino paling lengkap dibandingkan jenis ikan suku Channadinae lainnya.
Kandungan protein kompleks di dalam ikan toman jika diolah dan diekstraksi
dengan metode freeze dryer (suatu teknologi terbaru untuk memaksimalkan nutrisi
di dalam suatu ekstrak agar tidak rusak dan menurun kualitasnya) akan memberikan manfaat protein yang luar
biasa bagi tubuh. Hasil ekstraksi metode ini akan menghasilkan ekstrak yang
akan dengan mudah dan cepat terserap di dalam tubuh karena sudah dalam bentuk
partikel nano, sehingga sangat aman dikonsumsi oleh orang dengan gagal ginjal
maupun kegagalan fungsi hati. Ikan jenis ini juga sangat jarang dilaporkan
menimbulkan alergi.
Jadi
sudah jelas ya bahwa suplemen protein itu aman kok dikonsumsi oleh siapapun
bahkan oleh penderita gagal ginjal maupun gangguan fungsi hati, dengan catatan protein
tersebut harus diolah dengan cara yang benar, melalui proses ekstraksi tanpa
pemanasan karena sifat protein itu mudah rusak dan terurai oleh suhu yang
tinggi, jika sudah begitu maka protein akan menurun kualitasnya dan tidak bisa
memberikan fungsi yang maksimal bagi tubuh. Sebaiknya suplemen protein yang
dikonsumsi juga sudah berpartikel sangat halus sehingga tubuh bisa menyerapnya
dengan mudah tanpa membebani kerja organ-organ bermasalah. Dan terakhir yang
juga tidak kalah penting adalah sebaiknya suplemen protein yang kita konsumsi
terjamin kemurniannya atau tanpa campuran bahan tambahan lain dalam proses
pengolahannya sehingga tidak akan ditemui efek samping merugikan seperti alergi
yang mungkin berasal dari bahan-bahan tambahan tersebut.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJsxME67_Q6WAvAwts-B7c5zgwVEkyPiv5OtdhpftSImWUluseSPMA_jH820dj4t_7CCZcT-8vvzyoQ4y5d6ko8yzhOuf3UCaYwjTT4KHC3PLFjjAjcKMw_KhCxeP5l_ZYqJLKCZb_RO4/s320/Ifalmin.png)
Produk suplemen protein kompleks
dengan kandungan 100 % Ekstrak Ikan Toman (Channa
micropeltes)
Referensi:
Raylene M Rospond, 2008. Terj. Benediktus Yohan, D. Lyrawati, 2009. Penilaian Status
Nutrisi.
Firlianty
et al. 2013. Chemical Composition
and Amino Acid Profile of Channidae Collected from Central Kalimantan
Indonesia. Brawijaya University Malang East Java. IEESE International Journal
of Science and Technology (IJSTE), Vol. 2 No. 4, December 2013, 25-29.