Senin, 07 Maret 2016

Bahan Bakar ala Sel Tubuh

distribusi bahan bakar sel 
Bagaimana jadinya jika produksi, distribusi, dan penyimpanan ‘bahan bakar’ dalam tubuh diatur oleh pemerintah. Mungkin saja, akan kita dengar sel-sel otak demo mogok berfikir karena pasokan bahan bakarnya dikurangi. Huft, tak terbayangkan bagaimana kacaunya. Sekarang saja ketika harga bahan bakar bersubsidi baru diisukan akan naik, kelangkaan sudah terjadi dimana-mana. Syukur saja Yang Maha Kuasa sudah membuat suatu mekanisme yang luar biasa sempurna sehingga produksi, distribusi dan penyimpanan ‘bahan bakar’ untuk sel dalam tubuh dapat berlangsung secara teratur sesuai dengan kebutuhan manusia.

‘Bahan bakar’ sel tubuh berasal dari tiga kelompok senyawa, yaitu: karbohidrat, protein, dan lemak. Dari 3 kelompok senyawa ini, glukosa yang merupakan salah satu senyawa dari kelompok karbohidrat merupaka golongan ‘bahan bakar’ yang utama dan digunakan oleh hampir semua sel yang ada di tubuh untuk menghasilkan energi. Glukosa dapat menjadi alternatif utama karena pembakaran glukosa memiliki potensial kimia yang tinggi, sekitar 2,840 kJ/mol. Sekitar 3 kali lipat dari pembakaran gas metan. Selain itu, glukosa mudah disimpan di jaringan tubuh dalam bentuk polimernya, yaitu glikogen. Glukosa juga mudah didistribusikan ke semua sel tubuh melalui aliran darah, karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan relatif netral (tidak merubah pH darah). Berbeda dengan lemak yang sebenarnya mengandung energi yang lebih besar. Namun, sifatnya yang tidak larut dalam air, membuatnya sulit untuk didistribusikan. Perlu suatu lipoprotein yang tentunya berukuran besar untuk membawa lemak ke seluruh tubuh. Tentunya hal ini kurang disukai karena menyebabkan darah menjadi lebih kental dan sulit mengalir. Protein merupakan alternatif terakhir dalam penyediaan energi. Karena fungsi utamanya sebenarnya adalah sebagai senyawa pembangun dan penyusun sel-sel tubuh.
Sel tubuh manusia mampu memproduksi ketiga senyawa bahan bakar ini. Namun, untuk penggunaan energi tiap hari hal ini sangat ‘mahal’ untuk dilakukan karena juga mengorbankan sejumlah energi. Paling ‘murah’ ketiga bahan bakar ini diperoleh dari makanan. Yang menarik, walaupun seseorang makan sebanyak-banyaknya, dia tidak akan kelebihan energi, dan tiba-tiba menjadi manusia super. Ada kadar ‘kecukupan’ yang dipenuhi. Ketika sudah cukup, sisa bahan bakar akan disimpan. Karbohidrat akan disimpan dalam bentuk glikogen yang terutama terdapat di hati, dan sel-sel otot. Jumlah glikogen juga relatif sedikit, kelebihannya lagi akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan lemak tidak disimpan dalam bentuk glikogen tetapi dalam bentuk lemak juga. Protein biasanya dirombak ulang dan digunakan sebagai senyawa penyusun tubuh.
Mekanisme produksi, distribusi, dan penyimpanan yang telah sempurna diciptakan Yang Maha Kuasa, dilakukan melalui mekanisme hormonal. Hormon adalah senyawa tertentu, biasanya dari jenis protein, yang dihasilkan oleh sekelompok sel tertentu, dan kemudian senyawa ini dapat mempengaruhi metabolisme kelompok sel tertentu tersebut atau kelompok sel lain walaupun berada pada bagian tubuh yang berbeda. Jenis hormon yang dihasilkan oleh tubuh banyak sekali jenisnya, namun yang berkaitan secara langsung dengan produksi, distribusi, dan penyimpanan bahan bakar tubuh adalah insulin, glukagon, epinefrin, dan cortisol.
Sesaat setelah selesai makan, terutama makan makanan tinggi karbohidrat, kadar glukosa dalam darah akan meningkat. Terjadi peningkatan produksi insulin oleh sel beta pankreas, dan penurun produksi glukagon oleh sel alpha pankreas. Insulin meransang sel-sel otot dan jaringan adiposa untuk mengambil glukosa yang ada di jaringan darah. Glukosa diubah menjadi glukosa 6-phosphat. Di hati, glukosa 6-fosfat ini digunakan untuk pembentukan glikogen dan disimpan. Insulin juga meransang terjadinya glikolisis dan oksidasi asam piruvat menjadi asetil-koA. Jika tidak digunakan lebih lanjut dalam produksi energi (siklus Kreb), asetil-koA diubah menjadi asam lemak. Dan diangkut oleh lipoprotein VLDL menuju jaringan adiposa. Di jaringan adiposa, lemak ditumpuk.
Beberapa jam setelah makan, glukosa di darah sedikit berkurang karena digunakan oleh sel otak dan sel-sel lainnya. Produksi glukagon mulai meningkat. Glukagon memicu hidrolisis glikogen di hati dan di otot untuk menghasilkan glukosa melalui pembentukan cAMP dan serangkaian reaksi fosforilasi. Glukagon juga menghambat glikolisis dan meransang glukoneogenesis. Aksi glukagon terutama di sel-sel hati yang berfungsi menghidrolisis glikogen dan meng’ekspor’ glukosa ke aliran darah. Aksi lainnya yaitu di jaringan adiposa. Glukagon mengkaktifkan kerja enzim untuk menghidrolisis lemak, menghasilkan asam lemak yang diekspor ke hati dan jaringan lain.
24 jam setelah makan, kadar glukosa dalam darah telah semakin berkurang. Produksi glukagon semakin meningkat, sedangkan produksi insulin semakin diperlambat. Bahan bakar utama untuk sel-sel otot dan hati bergeser menjadi lemak. Akan tetapi lemak tidak bisa didistribusikan ke sel-sel otak, maka sel-sel hati mulai merombak protein tertentu sebagai kompensasi untuk menghasilkan glukosa yang akan diekspor ke otak. Asam-asam amino khususnya yang nonessensial hasil perombakan protein tersebut mula-mula dideaminasi atau ditransaminasi. Amina yang dihasilkan kemudian diubah menjadi urea, dan kemudian diekspor melalui aliran darah menuju ginjal dan dibuang bersama urin. Urea menyebabkan urin berbau lebih menyengat. Sisa kerangka karbon dari asam amino nonesensial diubah menjadi asam piruvat atau senyawa-senyawa pearantara dalam siklus krebs. Senyawa-senyawa ini diubah menjadi glukosa melalui glukonegenesis. Gliserol, senawa lain yang dihasilkan dari hidrolisis lemak juga mengalami glukoneogenesis. Produksi glukosa besar-besaran terjadi di hati. Hasil produksi diekspor terutama untuk otak.
Glukoneogenesis besar-besaran yang terjadi di hati menyebabkan oksaloasetat yang dibutuhkan untuk mengawali siklus krebs berkurang. Asil koA yang dihasilkan melalui oksidasi asam lemak terakumulasi dan tidak bisa masuk ke dalam siklus krebs. Penumpukan asil koA tersebut menyebabkan terbentuknya asetoasetil koA dan senyawa badan keton di hati. Beberapa hari tanpa makan, maka produksi badan keton menjadi meningkat, dan segera menjadi sumber bahan bakar utama menggantikan glukosa.
Bukan hanya makanan yang dapat mempengaruhi produksi, distribusi dan penyimpanan bahan bakar di sel. Peristiwa-peristiwa seperti jatuh cinta, perkelahian, lari, dapat pula mempengaruhinya. Kali ini hormon epinefrin yang dihasilkan. Epinefrin bekerja terutama di otot, adiposa, dan hati. Epinefrin mengaktifkan hidrolisis glikogen. Glikolisis juga dipicu. Selain itu, epinefrin juga mendorong sel untuk melakukan fermentasi anaerob asam laktat.
Rasa takut, gugup, nyeri, pendarahan, infeksi juga mempengaruhi produksi, distribusi, dan penyimpanan bahan bakar sel. Berbagai hal tersebut memicu produksi kortisol. Hormon ini bekerja secara lebih lambat dibanding hormon-hormon sebelumnya. Kortisol bekerja dengan cara mengatur jumlah produksi enzim yang dibutuhkan dalam memproduksi energi bagi sel. Kortisol bekerja di otot, hati dan jaringan adiposa.
Sistem luar biasa melalui mekanisme hormonal tersebut mampu mengatur produksi, distribusi, dan penyimpanan bahan bakar bagi seluruh sel tubuh. Pemerintah tampaknya perlu belajar banyak dari keteraturan ini. Hehe.. (sampai saat ini juga ngga tau gimana nyocokinnya). Semoga, dimasa yang akan datang tidak ada lagi nelayan di Indonesia, yang gagal melaut karena kehabisan solar. Seperti otak, yang tak pernah kehabisan glukosa sebagai bahan bakar.

Sumber Pustaka:
D.L. Nelson, M.M. Cox, A.L. Lehninger, Principles of biochemistry, 4th ed., Freeman, New York, 2008.

1 komentar:

  1. Get cheap ford edge titanium for sale
    Find best deals and titanium band rings discounts ford edge titanium in the US at best online titanium dive knife prices citizen promaster titanium at how strong is titanium Titanium Arts. Sell your tips & black titanium rings tricks in the marketplace.

    BalasHapus