Bagaimana
jadinya jika produksi, distribusi, dan penyimpanan ‘bahan bakar’ dalam
tubuh diatur oleh pemerintah. Mungkin saja, akan kita dengar sel-sel
otak demo mogok berfikir karena pasokan bahan bakarnya dikurangi. Huft,
tak terbayangkan bagaimana kacaunya. Sekarang saja ketika harga bahan
bakar bersubsidi baru diisukan akan naik, kelangkaan sudah terjadi
dimana-mana. Syukur saja Yang Maha Kuasa sudah membuat suatu mekanisme
yang luar biasa sempurna sehingga produksi, distribusi dan penyimpanan
‘bahan bakar’ untuk sel dalam tubuh dapat berlangsung secara teratur
sesuai dengan kebutuhan manusia.
‘Bahan bakar’ sel tubuh berasal dari tiga
kelompok senyawa, yaitu: karbohidrat, protein, dan lemak. Dari 3
kelompok senyawa ini, glukosa yang merupakan salah satu senyawa dari
kelompok karbohidrat merupaka golongan ‘bahan bakar’ yang utama dan
digunakan oleh hampir semua sel yang ada di tubuh untuk menghasilkan
energi. Glukosa dapat menjadi alternatif utama karena pembakaran glukosa
memiliki potensial kimia yang tinggi, sekitar 2,840 kJ/mol. Sekitar 3
kali lipat dari pembakaran gas metan. Selain itu, glukosa mudah disimpan
di jaringan tubuh dalam bentuk polimernya, yaitu glikogen. Glukosa juga
mudah didistribusikan ke semua sel tubuh melalui aliran darah, karena
sifatnya yang mudah larut dalam air dan relatif netral (tidak merubah pH
darah). Berbeda dengan lemak yang sebenarnya mengandung energi yang
lebih besar. Namun, sifatnya yang tidak larut dalam air, membuatnya
sulit untuk didistribusikan. Perlu suatu lipoprotein yang tentunya
berukuran besar untuk membawa lemak ke seluruh tubuh. Tentunya hal ini
kurang disukai karena menyebabkan darah menjadi lebih kental dan sulit
mengalir. Protein merupakan alternatif terakhir dalam penyediaan energi.
Karena fungsi utamanya sebenarnya adalah sebagai senyawa pembangun dan
penyusun sel-sel tubuh.
Sel tubuh manusia mampu memproduksi
ketiga senyawa bahan bakar ini. Namun, untuk penggunaan energi tiap hari
hal ini sangat ‘mahal’ untuk dilakukan karena juga mengorbankan
sejumlah energi. Paling ‘murah’ ketiga bahan bakar ini diperoleh dari
makanan. Yang menarik, walaupun seseorang makan sebanyak-banyaknya, dia
tidak akan kelebihan energi, dan tiba-tiba menjadi manusia super. Ada
kadar ‘kecukupan’ yang dipenuhi. Ketika sudah cukup, sisa bahan bakar
akan disimpan. Karbohidrat akan disimpan dalam bentuk glikogen yang
terutama terdapat di hati, dan sel-sel otot. Jumlah glikogen juga
relatif sedikit, kelebihannya lagi akan disimpan dalam bentuk jaringan
lemak. Kelebihan lemak tidak disimpan dalam bentuk glikogen tetapi dalam
bentuk lemak juga. Protein biasanya dirombak ulang dan digunakan
sebagai senyawa penyusun tubuh.
Mekanisme produksi, distribusi, dan
penyimpanan yang telah sempurna diciptakan Yang Maha Kuasa, dilakukan
melalui mekanisme hormonal. Hormon adalah senyawa tertentu, biasanya
dari jenis protein, yang dihasilkan oleh sekelompok sel tertentu, dan
kemudian senyawa ini dapat mempengaruhi metabolisme kelompok sel
tertentu tersebut atau kelompok sel lain walaupun berada pada bagian
tubuh yang berbeda. Jenis hormon yang dihasilkan oleh tubuh banyak
sekali jenisnya, namun yang berkaitan secara langsung dengan produksi,
distribusi, dan penyimpanan bahan bakar tubuh adalah insulin, glukagon,
epinefrin, dan cortisol.
Sesaat setelah selesai makan, terutama
makan makanan tinggi karbohidrat, kadar glukosa dalam darah akan
meningkat. Terjadi peningkatan produksi insulin oleh sel beta pankreas,
dan penurun produksi glukagon oleh sel alpha pankreas. Insulin meransang
sel-sel otot dan jaringan adiposa untuk mengambil glukosa yang ada di
jaringan darah. Glukosa diubah menjadi glukosa 6-phosphat. Di hati,
glukosa 6-fosfat ini digunakan untuk pembentukan glikogen dan disimpan.
Insulin juga meransang terjadinya glikolisis dan oksidasi asam piruvat
menjadi asetil-koA. Jika tidak digunakan lebih lanjut dalam produksi
energi (siklus Kreb), asetil-koA diubah menjadi asam lemak. Dan diangkut
oleh lipoprotein VLDL menuju jaringan adiposa. Di jaringan adiposa,
lemak ditumpuk.
Beberapa jam setelah makan, glukosa di
darah sedikit berkurang karena digunakan oleh sel otak dan sel-sel
lainnya. Produksi glukagon mulai meningkat. Glukagon memicu hidrolisis
glikogen di hati dan di otot untuk menghasilkan glukosa melalui
pembentukan cAMP dan serangkaian reaksi fosforilasi. Glukagon juga
menghambat glikolisis dan meransang glukoneogenesis. Aksi glukagon
terutama di sel-sel hati yang berfungsi menghidrolisis glikogen dan
meng’ekspor’ glukosa ke aliran darah. Aksi lainnya yaitu di jaringan
adiposa. Glukagon mengkaktifkan kerja enzim untuk menghidrolisis lemak,
menghasilkan asam lemak yang diekspor ke hati dan jaringan lain.
24 jam setelah makan, kadar glukosa dalam
darah telah semakin berkurang. Produksi glukagon semakin meningkat,
sedangkan produksi insulin semakin diperlambat. Bahan bakar utama untuk
sel-sel otot dan hati bergeser menjadi lemak. Akan tetapi lemak tidak
bisa didistribusikan ke sel-sel otak, maka sel-sel hati mulai merombak
protein tertentu sebagai kompensasi untuk menghasilkan glukosa yang akan
diekspor ke otak. Asam-asam amino khususnya yang nonessensial hasil
perombakan protein tersebut mula-mula dideaminasi atau ditransaminasi.
Amina yang dihasilkan kemudian diubah menjadi urea, dan kemudian
diekspor melalui aliran darah menuju ginjal dan dibuang bersama urin.
Urea menyebabkan urin berbau lebih menyengat. Sisa kerangka karbon dari
asam amino nonesensial diubah menjadi asam piruvat atau senyawa-senyawa
pearantara dalam siklus krebs. Senyawa-senyawa ini diubah menjadi
glukosa melalui glukonegenesis. Gliserol, senawa lain yang dihasilkan
dari hidrolisis lemak juga mengalami glukoneogenesis. Produksi glukosa
besar-besaran terjadi di hati. Hasil produksi diekspor terutama untuk
otak.
Glukoneogenesis besar-besaran yang
terjadi di hati menyebabkan oksaloasetat yang dibutuhkan untuk mengawali
siklus krebs berkurang. Asil koA yang dihasilkan melalui oksidasi asam
lemak terakumulasi dan tidak bisa masuk ke dalam siklus krebs.
Penumpukan asil koA tersebut menyebabkan terbentuknya asetoasetil koA
dan senyawa badan keton di hati. Beberapa hari tanpa makan, maka
produksi badan keton menjadi meningkat, dan segera menjadi sumber bahan
bakar utama menggantikan glukosa.
Bukan hanya makanan yang dapat
mempengaruhi produksi, distribusi dan penyimpanan bahan bakar di sel.
Peristiwa-peristiwa seperti jatuh cinta, perkelahian, lari, dapat pula
mempengaruhinya. Kali ini hormon epinefrin yang dihasilkan. Epinefrin
bekerja terutama di otot, adiposa, dan hati. Epinefrin mengaktifkan
hidrolisis glikogen. Glikolisis juga dipicu. Selain itu, epinefrin juga
mendorong sel untuk melakukan fermentasi anaerob asam laktat.
Rasa takut, gugup, nyeri, pendarahan,
infeksi juga mempengaruhi produksi, distribusi, dan penyimpanan bahan
bakar sel. Berbagai hal tersebut memicu produksi kortisol. Hormon ini
bekerja secara lebih lambat dibanding hormon-hormon sebelumnya. Kortisol
bekerja dengan cara mengatur jumlah produksi enzim yang dibutuhkan
dalam memproduksi energi bagi sel. Kortisol bekerja di otot, hati dan
jaringan adiposa.
Sistem luar biasa melalui mekanisme
hormonal tersebut mampu mengatur produksi, distribusi, dan penyimpanan
bahan bakar bagi seluruh sel tubuh. Pemerintah tampaknya perlu belajar
banyak dari keteraturan ini. Hehe.. (sampai saat ini juga ngga tau
gimana nyocokinnya). Semoga, dimasa yang akan datang tidak ada lagi
nelayan di Indonesia, yang gagal melaut karena kehabisan solar. Seperti
otak, yang tak pernah kehabisan glukosa sebagai bahan bakar.
D.L. Nelson, M.M. Cox, A.L. Lehninger, Principles of biochemistry, 4th ed., Freeman, New York, 2008.
Get cheap ford edge titanium for sale
BalasHapusFind best deals and titanium band rings discounts ford edge titanium in the US at best online titanium dive knife prices citizen promaster titanium at how strong is titanium Titanium Arts. Sell your tips & black titanium rings tricks in the marketplace.